Tuesday, 12 May 2015
CERBUNG : SUJUD CINTAKU DI MIHRAB TAAT (14)
……. Ada kalanya, hidup bukanlah sebuah masalah yang harus dipecahkan. Melainkan sebuah kenyataan yang harus dihadapi …….
“Apa kau bilang? Kang Yong Mi sedang dalam perjalanan ke Jakarta?”
“iya. Baru saja lima menit yang lalu pesawatnya berangkat.”
“Dong Jung, kau jangan bercanda.”
“Song Seung Hun, kau lihat jam di dinding kamarmu. Jam berapa sekarang?. Kau pasti belum bangun. Sekarang aku masih di bandara. Tadi Yong Mi memintaku mengantarnya di bandara.”
Aku menguap malas. Melirik ke arah jam dinding di kamarku. Pukul 08.05. Di Seoul sekarang pukul 10.05. Dua jam lebih cepat daripada waktu Indonesia bagian barat.
“Berapa kali kubilang, jangan panggil aku Song Seung Hun. Cukup sulitkah untuk mengucap nama asliku?. Edo.”
Aku menghembuskan nafas kesal dengan sikap Kyung Dong Jung yang sepagi buta ini menelphonku. Ditambah lagi memanggilku dengan nama korea yang tidak aku suka. Song Seung Hun. Mentang-mentang potongan rambutku mirip artis korea yang bernama Song Seung Hun, pemeran Chui Joon Suh dalam serial drama korea ‘Endless Love’.
“Baiklah, baiklah. Oppha Seung Hun. Eh? Maksudku Kakak Edo.”
“Kenapa Yong Mi tak memberi tahuku dulu kalau mau ke Jakarta.”
“Ah.! Sebaiknya kau ingat lagi. Berapa umurmu sekarang? Kenapa kau sepikun ini?. Selama kau di Jakarta? Pernahkah kau mengaktifkan ponselmu?”
Aku menepuk jidat. Oh, dear.. kenapa aku jadi selupa ini?. Selama aku di Jakarta, aku sengaja tidak mengaktifkan ponsel dengan nomor area Seoul. Ada banyak factor. Terutama masalah kerjaan. Aku tidak ingin acara liburanku di Jakarta terganggu dengan masalah kerjaan. Karena itu, aku sengaja mengganti nomor ponsel dengan area Jakarta. Agar aku bisa menikmati liburan tanpa gangguan klasik masalah kerjaan. Tapi, ternyata hal itu membuat tidak nyaman beberapa temanku di Seoul yang mungkin ingin menelphonku untuk hanya sekedar mengobrol denganku. Termasuk Kyung Dong Jung dan Kang Yong Mi. Dan aku baru ingat, aku mengaktifkan nomor ponsel itu sekitar tiga jam yang lalu. Setelah aku selesai shalat subuh. Tadinya aku hanya iseng membuka. Siapa tau, selama aku tidak mengaktifkan nomor ini, ada pesan yang masuk di inbox.
Ternyata memang benar. Ada beberapa nomor yang masuk. Salah satunya dari Yong Mi dan Dong Jun. selebihnya hanya pesan dari teman-teman sekantor. Karena setelah shalat subuh aku mengantuk berat, aku memutuskan untuk tidur lagi tanpa sedikitpun ingin membuka dan membaca pesan-pesan itu.
Yong Mi.? Untuk apa juga dia ke Jakarta?.
“Beberapa hari yang lalu Yong Mi menemuiku. Bertanya padaku apakah aku punya nomor ponselmu yang lain selain yang kau pakai selama ini?”
“Kau jawab apa?”
“Seung Hun… eh? Lupa lagi. Maksudku Edo. Kau sudah ingat? Berapa umurmu sekarang?. Kalau kau sudah ingat, berarti kau ingat juga. Berapa nomor ponselmu yang pernah kau berikan padaku?”
Aku menepuk jidat sambil tersenyum geli. Menepuk jidat karena Teringat bahwa semua orang di Seoul hanya mengetahui satu nomor ponselku saja. Tak ada lain. Dan tersenyum geli membayangkan wajah Dong Jun yang menelphon sambil berjalan, berteriak-teriak seperti kepala mandor bangunan memberi instruksi pada para pekerjanya yang sebentar lagi, akan ada kunjungan presiden ke bangunannya yang seharusnya sudah selesai, namun ternyata pekerjaan bangunan itu belum selesai.
DongJun, bukankah kau pelupa juga? Sudah berapa kali kau memanggilku dengan panggilan Seung Hun? Dan berapa kali pula aku mengingatkan bahwa aku tidak suka dipanggil dengan nama panggilan itu.
“Iya. Maaf. Aku lupa. Memangnya ada apa Yong Mi ke Jakarta? Mau liburan?”
Diam beberapa detik. Tak ada jawaban dari Dong Jun.
“Hallo… Dong Jun, kau masih di sana? Kau dengar suaraku?”
“Ehh..? Eh..?? kalau itu biar Yong Mi saja yang menjelaskan padamu. Kalau aku lihat dari cara terburu-burunya, aku kira dia bukan mau liburan.”
Jadi? Aku mengernyitkan dahi. Apakah ada hubungannya dengan peristiwa malam itu?
Ada sedikit ketakutan yang tiba-tib amenyergap. Malam itu. Ya..! Peristiwa malam itu bersama Yong Mi yang masih terlihat di depan mata.
Aku segera menggeleng. Memaksa perasaan dan fikiranku sendiri agar tidak takut dengan dugaan bahwa Yong Mi ke Jakarta untuk tujuan itu. Tujuan ----
“Ah..! Sudahlah..! tiba-tib akeringat dingin membasahi badanku. Tubuhku menggigil ketakutan.
“Hallo.. Seung Hun.. Edo.. kau dengar aku, hah?”
Aku tergagap. “Oh iya. Aku masih mendengarmu. Nanti biar kuhubungi Yong Mi setelah dia sampai di Jakarta.”
“Oh, baiklah. Kau jaga baik-baikdia. Sepertinya dia sedang ada masalah.”
“Iya. Cerewet sekali kau.! Baiklah.Terima kasih infonya. Sebaiknya kau langsung pulang saja. Mandi. Aku yakin darid ua hari yang lalu kau belum mandi.”
“Dasar Seung Hun.! Awas kalau kau kembali ke Seoul. Hahahaha…..”
Kututup telephone beberapa detik setelah tawa Dong Jun terhenti.
**********
Seoul Lantern Festival
“Hai, Soo Jin, kenalkan. Ini temanku. Namanya Edo. Dia dari Indonesia. Nah, kau bisa lihat sendiri. karena potongan rambutnya mirip Song Seung Hun, kau boleh panggil dia Seung Hun”
Kyung Dong Jung tertawa terkekeh. Kemudian menyikutku. Memberi kode agar aku menyambut uluran tangan temannya untuk memperkenalkan diri. Aku mengikuti saja keinginannya.
“Kim Soo Jin.”
“Edo Setiawan.”
“Oh.. Kang Yong Mi.. kau terlihat semakin cantik saja. Beda sama kakakmu, Kim Soo Jin yang semakin terlihat seperti boneka panda. Bulat dan gendut. Oh, iya. Kata Soo Jin kamu belum punya pacar. Kebetulan sekali kau ikut kakakmu ke sini. Tampan-tampan seperti ini, Edo belum punya kekasih. Kalau kau mau, boleh saja kalau kalian mau pacaran.”
Kembali lagi, ulah usil Dong Jung beraksi. Menyikut lenganku. Membuatku salah tingkah. Yong Mi dengan perawakan wajah has Koreanya, terlihat menunduk. Menyembunyikan wajah merahnya yang menyimpan malu.
“Edo, kenalkan ini Kang Yong Mi. Adik kandung dari Kim Soo Jin. Soo Jin ini temanku dari SMA. Aku mengenalnya sudah lama sekali. Sama lamanya dengan mengenal Yong Mi. Jadi, aku sudah tau sifat Yong Mi yang memang sedikit pemalu ini.”
Berbeda dengan perkenalanku dengan Soo Jin yang diawali dengan uluran tangan Soo Jin terlebih dahulu. Sekarang, entah kenapa justru aku yang berinisiatif untuk mengawali mengulurkan tangan.
“Edo Setiawan.”
“Kang Yong Mi”
Yong Mi membalas uluran tanganku dengan senyum tersipu. Sekilas, tidak ada yang spesial dari Yong Mi. Dia sama seperti gadis Korea pada umumnya. Poster tubuh yang tidak terlalu tinggi, berkulit putih, dan bibir yang tipis akan bertambah manis ketika dia tersenyum, jika dipadukan dengan dua lesung pipi yang terlihat cantik.
“Oh, iya Edo. Ada yang harus kubicarakan berdua dengan Soo Jin. Sementara kau bisa temani Yong Mi dahulu. Dan kau Yong Mi, kau bisa mengajak Edo melihat-lihat festival lampion ini. Yang tentunya, mungkin tidak dia jumpai ketika dia di Indonesia.”
Yong Mi tampak mengangguk meng-iyakan. Tapi tidak denganku. Aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Dong Jun kali ini. Sebelum Dong Jun dan Soo Jin meninggalkanku dan Yong Mi, aku menarik tangan Dong Jun. Sedikit menjauh dari Yong Mi dan Soo Jun.
“Apa yang kau maksud dengan semua ini?”
Sengaja aku bertanya tegas namun dengan nada suara berbisik.
“Tenang saja kawan. Aku ada sedikit urusan dengan Soo Jin. Dan urusan ini tidak boleh diketahui Yong Mi. Daripada Yong Mi main sendirian, sebaiknya kau temani dia melihat-lihat festival lampion ini. Sebentar saja.”
“Tapi, kau tau. Aku dan Yong Mi barusaja kenal. Rasanya tidak baik jika aku langsung jalan berdua dengannya.”
“Tak apalah. Ini urusan bisnis. Ayolah.. tolong aku sebentar saja. Soo Jin tidak mau kalau Yong Mi tau.”
“Kalau dia tidak mau adiknya tau, buat apa dia mengajak adiknya menemuimu?”
Aku semakin sebal dengan ulah Dong Jun.
“Yong Mi di rumah sendirian. Ayah dan Ibu mereka sedang mengunjungi kakeknya di pulau Jejuk. Soo Jin tidak tega meninggalkan Yong Mi sendirian di rumah. Makanya itu, aku sengaja mengajakmu. Agar Yong Mi ada temannya. Ayolah, teman.”
Karena Dong Jun terus memaksa dengan alasan yang masuk akal, maka tak ada alasan aku untuk menolak.
“Kau lihat Yong Mi. Aku yakin, kau tidak bisa menyebutnya jelek. Siapa tau, kau berjodoh dengannya.”
Dong Jun terus saja berusaha memaksaku. Hingga sedikitpun aku tak dapat menolak permintaannya.
“Baiklah. Baiklah. Tapi kau jangan lama-lama.” Aku mendengus kesal.
“Hahaha… terima kasih teman. Ooiiyyy, Yong Mi, kesini kau.! Edo bersedia menemanimu.”
Yong Mi mendekati kami.
“Baiklah Yong Mi. Kau ajak Edo berkeliling sungai Cheonggyecheon. Menikmati suguhan pesona lampion di Seoul tahun ini. Aku pergi sebentar dengan kakakmu.”
“Baiklah Oppha Dong Jun.”
Yong Mi membungkukkan badannya dengan anggun. Aku mengikuti gerakan Yong Mi. Membungkuk, memberi hormat pada Soon Jin. Soon Jin membalas membungkuk di hadapanku juga.
Setelah melambaikan tangan pada Dong Jun dan Soon Jin, Yong Mi mengajakku duduk di tepi sungai Cheonggyecheon.
“Oppha Edo, kau sudah berapa lama tinggal di Seoul?”
“Oppha?”aku mengernyitkan dahi saat Yong Mi memanggilku dengan sebutan Oppha atau Kakak. “Kau boleh langsung memanggilku dengan nama. Tanpa kata Oppha”
“Oh, begitu? Baiklah. Kalau kau sukaitu. Enaknya, aku memanggilmu Edo atau Song Seung Hun?. Soalnya kau hampir mirip dengan Song Seung Hun.”
Ini yang aku suka dari Yong Mi dan sebagian gadis Korea yang lain. Saat tersenyum, paduan dari bibir merah tipis, mata sipit dan dua lesung pipi yang manis cukup enak dilihat.
“Panggil Edo saja. Aku lebih suka itu.”
“Baiklah kalau kau suka itu.”
“Kau suka acara festival lampion seperti ini?”
“Mm..” Aku mengangguk. “Tadi DongJ un mengajakku. Karena sedang tidak ada kerjaan, aku ikut saja.”
“Sudah berapa lama tinggal di Seoul?”
“Belum lama. Baru tiga tahun.”
“Tiga tahun?” Mata Yong Mi terlihat membulat. “pantas saja, bahasa koreamu lumayan bagus. Tapi, tapi Kenapa Oppha Dong Jun tidak memberitahuku kalau punya teman sebaik kau?”
Aku mengangkat bahu. Entahlah. Mungkin tidak penting.
“Kau kerja?”
“Mm.. sekantor dengan Dong Jun.”
“Owww… kau teman sekantor Oppha Dong Jun?.”
“Mm.. Setiap bulan november setahun sekali, aku selalu melihat festival lampion di sini.”
“Hanya di sini?”
“Iya. Memangnya ada yang lain?”
“Ah, Oppha Dong Jun bagaimana? Seharusnya dia mengajakmu juga ke Lotus Lantern Festival.”
Aku mengernyitkan dahi. “Lotus Lantern Festival? Apa itu?”
Yong Mi tersenyum. “Sama seperti Seoul Lantern Festival. Hanya saja, festival lampionnya tidak diadakan di sungai Cheonggyecheon. Tapi di BongeunsaTemple dan digelar pada musim semi sekitar pertengahan tahun.”
Aku mengangguk ‘sok paham’.
“Edo, kau tunggu di sini sebentar.”
Sebelum aku menjawab, Yong Mi sudah berlari menembus kerumunan orang-orang yang sedang menikmati festival lampion.
“Heeiii… Yong Mi.. Kau mau kemana?Jangan pergi jauh-jauh.”
Dengan sedikit panik karena sulit mengejar Yong Mi, aku terpaksa meneriakinya.
“Tenang saja. Tidak perlu hawatir. Kalau masalah Seoul, aku berani bertaruh, lebih hafal aku dari pada kau. Sejakkecil aku tinggal di sini. Aku akan segera kembali. Kau di situ saja. Jangan pergi kemana-mana.”
“Memangnya kau mau pergi kemana?”
“Membeli lampion untukmu. Sudahlah. Jangan cerewet. Aku akan segera kembali. Kau duduk saja di situ.”
Aku hanya bisa mengangkat bahu. Menyerah.
Tak ada sepuluh menit, Yong Mi kembali dengan membawa dua lampion kecil berbentuk bulat lonjong.
“Nah, ini lampion untukmu. Kau tulis saja sebuah harapan pada selembar kertas ini. Lalu kau masukkan kertas yang sudah kau tulis tadi ke dalam lampion. Kemudian, kau nyalakan lampionnya dan kau hanyutkan lampionmu ke tengah sungai.”
Aku mengernyitkan dahi.
“Buat apa?”
“Biar harapanmu terkabul. Ah,sudahlah. Kau jangan banyak tanya. Segera kau tulis saja.”
Jawab Yong Mi dengan tangan yang cekatan menuliskan harapannya pada selembar kertas dan memasukkan pada lampionnya.
Aku meliriknya “Kau menulis apa?”
“Rahasia.”
Aku nyengir.
“Kau sudah menulis harapanmu belum?”
“Baiklah. Baiklah.” Aku menyerah.
Dengan cekatan juga aku menulis harapanku pada selembar kertas dan memasukkan kertas itu ke dalam lampion. Yong Mi melirik sedikit. Hendak mengintip. Tapi aku segera menyingkirkan dari lirikannya.
“Kau menulis apa?”
“Rahasia.” Kubalas ucapannya sambil menyingkirkan kertas, mengamankan dari lirikannya.
Sekarang berganti Yong Mi yangnyengir.
“Kau sudah selesai? Kalau sudah selesai, sini.! Berikan padaku. Aku akan menghanyutkannya di sungai.”
Aku menyerahkan lampionku pada Yong Mi. Dengan bergegas, Yong Mi turun ke sungai dan menghanyutkan dua lampion ke sungai Cheonggyecheon. Ternyata tidak hanya Yong Mi saja yang melakukan ritual itu. Hampir semua orang yang datang ke festival ini juga melakukan hal yang sama. Alhasil, Cheonggyecheon pun semakin berpendar dengan lampion – lampion mini yang berisi harapan dari para pengunjung Seoul Lantern Festival. Membuat sungai Cheonggyecheon di pusat kota Seoul terlihat sangat indah.
Tidak sengaja, aku memperhatikan wajah cantik Yong Mi dari samping. Matanya terpejam dengan senyum lepas dan kepala menengadah ke atas. Aku tau, dia pasti sedang memanjatkan doa dan harapan dalam hati setelah menghanyutkan lampion harannya tersebut ke sungai. Seperti adegan lambat dalam sebuah film. Pendaran cahaya lampion jatuh mengenaiwajah cantiknya. Andaikan waktu bisa melambat sepersekian detik saja, aku inginmenikmati wajah Yong Mi itu lebih lama lagi. Pandanganku seperti terhipnotis olehnya. Sebuah pahatan wajah yang mungkin tidak akan kutemui duplikatnya diJ akarta. Hatiku terasa direnggutnya dengan paksa. Digenggamnya erat-erat. Dibekukan. Hingga akhirnya dikristalkan seperti garam.
“Kau lihat apa?”
Oh,my God,.! Reflek aku membuang pandanganku ke depan. Saat Yong Mi menyadari aku sedang menikmati kecantikanwajahnya.
“Tidak apa-apa.”
Aku menggaruk-garuk kepala yangtidak gatal. Sebuah ekspresi konyol karena salah tingkah.
“Waaahhh… kenapa ada gerimis?”
Yong Mi bergumam ketika menyadari tiba-tiba ada gerimis di pertengahan musim dingin ini.
“Sepertinya mendungnya pekat.” Aku mendongakkan kepala ke langit atas.
“Mmm.. dan hujan deras sepertinya juga akan turun.”
Dan tepat sekali perkiraan Yong Mi.Tidak beberapa lama dari gerimis itu, hujan turun dengan derasnya. Sikap kita seperti pengunjung festival lampion lainnya. Lari berhamburan mencari tempat berteduh. Hampir semua teras gedung, toko dan penginapan-penginapan kecil penuh dengan manusia yang sedang berteduh. Aku dan Yong Mi dengan terpaksa berteduh di teras sebuah penginapan kecil.
Sudah hampir satu jam lebih, hujan deras mengguyur. Dan sepertinya, hujan ini akan deras sampai tengah malam. Daritadi aku mencoba menghubungi Kyung Dong Jun. Tapi sepertinya dia sedang tidak ingin diganggu. Ponselnya tidak aktif. Begitu juga dengan Kim Soo Jin. Yong Misejak tadi mencoba menghubungi ponsel Soo Jin. Tidak aktif juga.
“Yong Mi, kau sakit?”
Aku melihat wajah pucat Yong Mi yang menggigil kedinginan. Dia menggeleng. Tapi, pucat wajahnya tidak bisadi bohongi.
“Kaukuantar pulang saja. Rumahmu dimana?”
Yong Mi menggeleng lagi.
“Kunci rumahku dibawa kakakku. Sekalipun aku pulang, aku tidak bisa masuk rumah.”
Aku memutar otak. Mencari cara. Ada sedikit kecewa di dalam hati. Jika aku tau akan seperti ini, aku tidak akan ikut Dong Jun ke sini.
“Atau begini saja. Malam ini kita menginap di sini. Kau kupesankan satu kamar. Karenakakakmu tidak bisa dihubungi, kau kirim pesan saja lewat ponselnya. Katakan kaubaik-baik saja. Aku bersamamu. Kau tidak bisa pulang karena hujan deras.”
Yong Mi tampak diam berfikir. Meski akhirnya dia mengangguk. Setuju dengan usulku. Segera aku masuk ke dalam penginapan. Mencari resepsionist dan memesan dua kamar. Satu kamar untukku, dan satu kamar untuk Yong Mi.
Aku mendengus kesal. Ternyata kamar tinggal tersisa satu. Seoul Lantern Festival membuat banyak penginapan dibanjiri pengunjung. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya aku mengambil satu kamar itu. Biarlah. Tidak apa-apa. Aku bisa tidur di bawah. Yong Mi di tempat tidur. Yang penting, Yong Mi tidak kedinginan.
Setelah mendapatkan kamar, aku segera menyuruh Yong Mi tidur. Pucat wajahnya semakin terlihat. Aku keluar kamar sebentar. Mencari minuman hangat dan makanan kecil. Namun, ketika aku kembali ke kamar dan melihat posisi tidur Yong Mi, naluri laki-lakiku mulai memaksa untuk dituruti.
Entah apa yang ada difikiran Yong Mi. Dia menuruti saja apa kemauanku tanpa perlawanan. Dan sepertinya, dia begitu menikmati perlakuanku.
Kejadian sebuah malam yang akan kusesali seumur hidup. Kejadian sebuah malam dimana hal itu membuatku selalu bertanya. Kenapa aku begitu mudah tidur dengan seorang wanita yang baru saja kukenal?.
Aku meniduri Yong Mi layaknya suami istri.
Catatan :
Oppha : Panggilan 'kakak' untuk seorang laki-laki di Korea
Seoul Lantern Festival : Festival Seribu Lampion di sungai Cheonggyecheon pusat kota Seoul. Biasanya dilakukan setahun sekali pada musim dingin sekitar bulan november
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment