Aku dulu sering ketawa saat nenekku menjawab satu pertanyaan dariku "Kenapa orang jaman dahulu anaknya banyak-banyak?"
Sontak nenekku langsung menjawab polos "Jaman nenek dulu gak ada televisi. Jadi, satu-satunya hiburan tiap mala ya 'begituan'. . . "
Beberapa tahun lalu aku masih bisa menertawakan jawaban nenek yang kuanggap lucu yang bercampur dengan sedikit tabu. Namun sekarang, setelah menikah, aku tak lagi bisa menganggap lucu jawaban itu. justru itu memberi inspirasi bagiku untuk hidup dengan meminimalkan sosial media.
Sosial media? Apa hubungannya?
Hubungannya jelas erat sekali.
Di bulan-bulan terakhir kurun waktu usia pernikahanku yang hampir setahun ini membuatku banyak mengurung diri dirumah. Bukan karena aku tak punya kerjaan. Bukan karena aku tak punya teman. tapi semua itu aku lakukan karena aku malu saat banyak orang menanyakan "Kapan hamil?"
Bagi mereka (red-penanya) mungkin menanyakan dengan nada bercanda. Atau mungkin bisa saja karena memang sedang care denganku. Tapi yang pasti, justru hal tersebut membuat hatiku perih. Satu tahun pernikahan tak kunjung hamil juga. Padahal telah berlalu lalang berita hamil dan melahirkan dari saudara2 dan teman2 yang nikahnya berbarengan atau lebih dalu aku.
Sebelum menikah, aku mempunyai karier yang bagus serta teman yang banyak. Tapi setelah usia pernikahanku hampir satu tahun dan tak kunjung hamil juga, perlahan aku sedikit menghindar dari teman-temanku. Hanya demi menghindari satu pertanyaan "Kapan hamil."
Awalnya aku tinggal bersama mertua di Ciputat. Sekarang aku dan suamiku lebih memilih ngontrak sendiri di daerah Ciracas - Jakarta Timur. Selain agar kami bisa belajar mandiri, mengontrak rumah sendiri juga membuatku lebih tenang dalam menghadapi kehidupan dan konsentrasi untuk hamil.
Aku tidak perlu banyak keluar rumah. 24 jam waktuku aku habiskan di rumah. Keluar hanya untuk belanja sayur dan membuang sampah. Selebihnya aku habiskan waktu untuk menjalankan tugasku sebagai istri (masak, nyuci, ngepel, nyetrika, bersih2 rumah) dan memenuhi deadline tulisan (karena aku juga berprofesi sebagai penulis). Dengan kesibukan dirumah itulah, aku bisa untuk menghindari banyak pertanyaan orang "Kapan hamil?"
Selain itu, Suamiku tak perlu lagi kelelahan sepulan kerja karena harus menempuh jarak Ciracas - Ciputat yang kalau macet bisa memakan waktu 3 jam. Dengan kami mengontrak rumah yang dekat dengan kantor suami, suami akan punya waktu lebih banyak untuk kita. Waktu 3jam yang sering dia habiskan di jalan bisa dia habiskan di rumah. Karena jarak kantor dengan kontrakan kita hanya memakan waktu 10 menit menggunakan sepeda motor.
Kembali pada sosial media.
Awalnya, dengan mengontrak aku bisa berharap suamiku akan lebih berkonsentrasi dengan program hamil kita. Tapi sayangnya, terkadang banyak pertengkaran hebat yang sering terjadi di rumah kita. Penyebabnya banyak sekali. Salah satunya adalah kekecewaanku karena waktu suami memang tidak dihabiskanoleh kemacetan jalan. Tapi justru dihabiskan untuk mengurus media sosialnya.
Tak hanya sekali dua kali aku melihat suamiku asik mengobrol dengan teman-teman melalui WA dan BBM nya. Itu belum termasuk komunitasnya di facebook. Bisa membayangkan? Dia lebih tahu apa yang terjadi dengan teman dan saudara jauhnya daripada istrinya sendiri yang tiap hari di rumah. Bahkan saat kita jalan berdua pun dia masih sibuk lihat2 postingan di group WA nya.
Bete kan?
Itulah mengapa aku selalu mengatakan bahwa sosial media memang mendekatkan yang jauh. Namun justru menjauhkan yang dekat.
Di saat seperti inilah aku selalu ingat jawaban nenekku "Jaman nenek dulu gak ada televisi. Jadi, satu-satunya hiburan tiap mala ya 'begituan'. . . "
Beda dengan sekarang. Tak hanya televisi yang menjadi hiburan kita. Berbagai macam media sosial hadir memberi banyak warna hiburan. Merah, kuning, biru, dan tak ketinggalan hitam kelam.
Bisa jadi, konsentrasi kita untuk mendapat kehamilan terpecah karena tersibukkan oleh aktivitas kita dengan banyak media sosial.
Entahlah.
Anak adalah amanah tuhan. Tapi bagiku, tuhan tidak memberikan amanah begitu saja tanpa kita berusaha menjemputnya. Kadang aku ingin membayangkan hidup seperti dijaman pengantin baru nenek dulu. Tanpa TV dan media sosial. Sehingga kita akan lebih konsentrasi untuk menjemput amanah-Nya.
Dan aku sendiri,,,
Sosial media hanya punya facebook dan blog aja. Dimana facebook itu hanya kubuka saat aku membuka laptop. Dan blog yang jarang sekali kuupdate. Smartphone yang kumiliki memang bisa support pada berbagai sosial media. Namun aku memilih untuk tidak terlalu larut dalam euforia media sosial. Banyak sekali saudara dan teman yang mengatakan "Yaya...ayo buat WA atau BBM. Biar kita bisa gabung di group atau ngobrol bareng di BBM."
Aku menanggapi permintaan itu dengan senyum dan mengatakan "Maaf, kalau mau menghubungi aku lewat telephon, sms atau Fb aja. Karena aku tidak mau buat BBM atau WA."
Itu kulakukan sebelum aku menikah. Karena aku sadar, bahwa masih banyak hal yang harus diselesaikan di dunia nyata daripada harus menyibukkan diri di dunia maya seperti sosial media. Apalagi setelah menikah. Tanggung jawabku semakin bertambah saat menjadi istri. Dengan tidak adanya pembantu rumah tangga, aku harus menyelesaikan sendiri semua tugas rumah tangga. Seperti mencuci, meyetrika, meyapu, mengepel, dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Selain itu, aku juga berprofesi sebagai penulis lepas dimana untuk mendapatkan tambahan uang, mau tidak mau aku harus membagi waktuku untuk mengejar dealine tulisan di sela-sela pekerjaan rumah tanggaku.
Jadi, jika hidup bisa tanpa menggunakan sosial media yang menumpuk? kenapa harus memaksakan diri hanya demi mengikuti perkembangan zaman.
Mungkin suatu saat aku memang perlu untuk membuat BBM, WA, ataupun sosial media lainnya diluar facebook dan blog yang sekarang aku punya. Tapi, karena sekarang semua itu bagiku belum perlu, lebih baik aku menyibukkan diri di rumah untuk memperhatikan orang-orang yang ada didekatku (sekarang baru suami.InsyaAllah sebentar lagi ada beberapa anak-anak lucu yang lebih butuh perhatianku daripada sosial2 media tersebut.
Jakarta, 08102015
No comments:
Post a Comment